Sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), terkait perizinan usaha, Pontianak menempati peringkat pertama, sedangkan posisi “ekor“ ditempati oleh Kota Medan. Apa yang menyebabkan Pontianak berada di posisi pertama? Kota ini memiliki keunggulan di infrastruktur, perizinan usaha, dan kapasitas serta integritas kepala daerah, yang mempengaruhi iklim usaha di daerahnya.
Ibukota Kalimantan Barat ini juga menerapkan inovasi penyediaan paket perizinan yang bisa diurus dalam waktu singkat. Ini berlaku untuk beberapa perizinan. Kemudian, penyediaan infrastruktur– jalan lingkungan untuk konektivitas warga, di mana melibatkan warga dalam penyediaan barang. “Pemda memang harus menerapkan kebijakan yang tidak semata top down, tapi partisipatif,” tambahnya.
Banda Aceh juga memiliki pelayanan perizinan yang relatif bebas pungli, kolusi, dan efisien. Di mana dalam waktu 4 hari kerja dengan biaya layanan tergitung proposional, keseluruhan sekitar Rp 250 ribu. “Informasi harus terbuka, desain program yang berbasis kebutuhan UMKM. Lalu membentuk unit khusus di daerah untuk desain program bervariasi. Kementerian juga harus membentuk unit khusus untuk membangun daerah tertinggal, khususnya di Indonesia Bagian Timur,” kata Robert Endi Jaweng, Executive Director Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Sebagai tambahan, beberapa hal yang dilihat dalam penelitian KPPOD ini yaitu perizinan usaha, PPUS, interaksi pemda dengan pelaku usaha, infrastriktur, biaya transaksi, ketenagakerjaan, akses dan kepastian hukum atas lahan, keamanan dan penyelesaian konflik, kualitas peraturan daerah, kapasitas dan integritas kepala daerah.Usaha pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi pelaku usaha swasta di daerahnya menjadi perhatian—Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED). Jika berbicara ekonomi UMKM, terkait pungutan akan sangat terasa bagi mereka. Tapi mengenai fasilitas dan akses informasi semakin sedikit.
Menurut Aryawan Soetiarso Poetro, Direktur Otonomi Daerah Bappenas, hal ini bukan berarti pemerintah daerah tidak memiliki program untuk pengembangan usaha. Tetapi ada masalah pada distribusi dan salah sasaran.Beberapa kasus di daerah adalah inovasi muncul melalui perizinan yang bisa memudahkan pelaku usaha, seperti pemotongan prosedur, pembuatan paket perizinan, dan lain-lain. Karena persoalan perizinan ini menjadi tantangan besar yang UMKM hadapi.
Pontianak Ibukota Provinsi Terbaik | PT Bestprofit Futures
Pada sektor kapasitas dan integritas, Pontianak yang juga mendapatkan peringkat tertinggi dibanding Palu dan Makassar karena Pontianak memiliki kepatuhan standar pelayanan publik dari Ombudsman RI 2016.Hal tersebut didukung dengan tegasnya wali kota dalam menindak karyawannya yang korupsi, dan figur atau tokoh yang disegani masyarakat tidak melakukan tindakan yang menguntungkan diri sendiri, memahami dunia usaha dan memiliki rencana strategis terhadap pengembangan dunia usaha.
Pontianak menjadi ibukota provinsi terbaik dalam indeks tata kelola ekonomi daerah (TKED).
Berdasarkan survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Pontianak unggul di beberapa sektor meliputi Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah (96,67), Infrastruktur Daerah (97,96)."Pontianak memiliki keungulan di bidang infrastruktur," ucap Boedi Rheza, Koordinator Peneliti KPPOD pada diskusi media Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).
Tingginya peringkat infrastruktur daerah itu karena Pontianak melakukan program-program inovasi dalam mengolah lingkungan."Infrastruktur tinggi karena Pontianak berinovasi dalam lingkungan," papar Boedi Rheza.Inovasi itu seperti pembangunan jalan lingkungan daerah. Penilaian juga termasuk pada pemakaian sumber air PDAM dan perkembangan dari kualitas infrastruktur yang sudah diciptakan itu.
Keluhan investor terhadap Indonesia bergeser | PT Bestprofit Futures
Survei ini dilakukan terhadap 40 perusahaan dengan skala mikro,kecil, menengah, besar yang bergerak di sektor industri, perdagangan dan jasa di 32 ibukota provinsi pada kurun waktu Januari - Desember 2016 lalu.Keluhan utama investor adalah soal proses kemudahan perizinan usaha. Boedi Rheza, Koordinator Peneliti KPPOD mengatakan, masih banyak investor yang mengeluh, sulit mendapatkan izin berusaha di daerah di Indonesia. "Bukan hanya sulit, izin juga memerlukan waktu lama dan berbiaya juga," katanya, Selasa (31/1).
Hal tersebut, berbeda jika dibanding dengan keluhan saat lembaganya melakukan survey pada 2007 dan2011 lalu. Saat itu, keluhan utama setiap investor mau masuk adalah soal buruknya infrastruktur.
Boedi memperkirakan, perubahan keluhan tersebut disebabkan oleh upaya pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur dua tahun belakangan ini. Walau belum selesai benar, pembangunan tersebut dampaknya sudah mulai dirasakan investor.Keluhan investor terhadap iklim investasi di Indonesia berubah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), investor tak lagi mengeluh soal infrastruktur.
PT Bestprofit