Menurut Arcandra, saat ini kontribusi Pertamina terhadap produksi minyak nasional baru sebesar 24 persen. Kondisi ini masih jauh apabila dibandingkan Malaysia, di mana Petronas memberikan kontribusi 54 persen hingga 55 persen terhadap produksi nasional."Untuk itu, apakah langkah pemerintah untuk memperkuat NOC? Caranya adalah menawarkan blok habis kontrak ke Pertamina. Kami akan memberikan preference kepada Pertamina," terang Arcandra, Rabu (18/1).Kendati demikian, bukan berarti pemerintah tidak mengindahkan minat perusahaan minyak lain dalam mengelola blok habis kontrak. Perusahaan minyak lain, lanjutnya, berpeluang mengelola blok habis kontrak jika memang Pertamina tidak tertarik.
Lebih lanjut, kondisi tersebut juga bukan berarti mempersempit persaingan antar perusahaan minyak di Indonesia. Pasalnya, yang dikelola Pertamina adalah blok-blok yang terhitung sudah tua. Ia berharap, perusahaan minyak lain bisa menggarap WK baru yang siap untuk dikembangkan."Kami berharap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lain lebih pas mengelola blok-blok baru. Namun sesuai evaluasi kami, delapan blok ini kami putuskan diberikan kepada Pertamina," lanjutnya.Melengkapi ucapan Arcandra, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjamin bahwa proses transisi pengelolaan delapan WK ini akan berjalan dengan mulus. Dalam hal ini, ia akan mengacu pada proses transisi pengelolaan blok Mahakam dari Total E&P Indonesie ke Pertamina.
Selain itu, Pertamina bisa melakukan investasi terlebih dahulu di blok yang akan habis kontrak sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 30 tahun 2016. "Untuk transisinya mirip dengan Mahakam. SKK Migas akan menjaga transisi tersebut agar berjalan dengan baik," tutur Amien.Selain itu, kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) bagi delapan WK ini rencanya juga akan menggunakan skema gross split. Nantinya, Pertamina juga diperkenankan untuk bermitra dengan pengelola WK sebelumnya, asal perusahaan-perusahaan itu berminat meneruskan operasinya.
"Salah satu izinnya adalah Pertamina masih bisa bermitra dengan existing partner. Ini berdampak baik, karena bisa memperhalus penggantian operator. Apabila existing partner tidak minat, nanti kami sesuaikan dengan keuangan Pertamina," terang Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto di lokasi yang sama.Sebagai informasi, pasal 28 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 menyebut bahwa Menteri ESDM bisa menyerahkan pengelolaan ke PT Pertamina (Persero) jika perusahaan pelat merah itu mengajukan permohonan untuk mengelola blok-blok migas yang akan habis masa kontraknya. Pengelolaan bisa diberikan menimbang kemampuan teknis dan keuangan Pertamina.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk mengelola delapan Wilayah Kerja (WK) migas yang akan memasuki habis kontrak di tahun 2018.Delapan WK itu terdiri dari blok Attaka yang sebelumnya dikelola Inpex Corporation, blok South East Sumatera yang sebelumnya dikelola CNOOC, blok East Kalimantan yang sebelumnya dikelola Chevron Indonesia Company, blok Tengah yang sebelumnya dikelola Total E&P Indonesie, dan blok North Sumatera Offshore (NSO) yang sudah dikelola Pertamina.
Selain itu, terdapat dua WK yang dikelola dengan skema Joint Operating Body (JOB), yaitu JOB Ogan Komering dan JOB Tuban.Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, Pertamina akhirnya diberi penugasan seiring keinginan pemerintah yang ingin menguatkan peran perusahaan minyak nasional (National Oil Company/NOC). Menurutnya, kontribusi NOC idealnya sebesar 90 persen dari total produksi minyak nasional. Sayangnya, kondisi tersebut tak berlaku di Indonesia.
Pemerintah Serahkan Blok ONWJ ke Pertamina dengan Skema Gross Split | PT Bestprofit Futures Medan
Biaya pengelolaan dan produksi seluruhnya juga akan menjadi tanggungan kontraktor. "Jadi tidak bebani APBN," tutur Jonan memperjelas. Bonus penandatanganan ini sebesar 5 juta dolar AS. Pada tiga tahun pertama PHE ONWJ berkomitmen menganggarkan dana investasi sebesar 82,3 juta dolar AS. Sementara untuk investasi selama masa kontrak sekitar 8,5 miliar dolar AS , dan total penerimaan kotor 14,8 miliar dolar AS. Penerimaan negara selama masa kontrak WK ini ditargetkan mencapai 5,7 miliar dolar AS selama 20 tahun.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar optimistis penunjukkan Pertamina sebagai pengelola ONWJ bisa meningkatkan kompetensi National Oil Company (NOC). "Kita ingin perkuat NOC. NOC negara lain kontribusi terhadap produksi di atas 90 persen. Malaysia, NOC-nya Petronas di atas 55 persen, sementara saat ini Pertamina hanya sekitar 24 persen," ujar Arcandra menerangkan.
Wilayah operasi PHE ONWJ mencakup area sekitar 8.300 kilometer persegi di Laut Jawa yang terletak di utara Kepulauan Seribu sampai perairan utara Cirebon. Fasilitas yang dioperasikan di blok ini lebih dari 200 struktur platform, 404 jaringan pipa bawah laut sepanjang 1.900 kilometer.
Pemerintah resmi menyerahkan hak pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ) kepada Pertamina. Selanjutnya Pertamina menyerahkan blok ini kepada anak usahanya, Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku operator. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan ONWJ merupakan blok pertama di Indonesia yang memakai skema gross split. "Ini pertama kali digunakan. Karena ini bukan kontrak perpanjangan makanya pake gross split," kata Jonan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (18/1).
Ia menjelaskan pembagian split dalam kontrak blok ONWJ di mana kontraktor akan mendapatkan bagi hasil lebih besar dari negara. Bagi hasil base dan variabel split minyak sebesar 42,5 persen untuk pemerintah. Sementara sisanya 57,5 persen milik kontraktor. "Kalau gas pemerintah mendapatkan 37,5 persen dan sebanyak 62,5 persen kontraktor," tutur Jonan menambahkan. Ia menerangkan alasan kontraktor mendapatkan bagian lebih besar karena adanya beberapa insentif. Selain lokasinya di lepas pantai (offshore), gas hasil Blok ONWJ diketahui juga memiliki kandungan CO2. Kemudian ada komitmen menggunakan kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
WK ONWJ Jadi WK Pertama Gunakan Skema PSC Gross Split | PT Bestprofit Futures Medan
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan wilayah kerja Offshore North West Java menjadi wilayah kerja pertama menggunakan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split.Jonan menambahkan, total investasi yang dikeluarkan untuk pengelolaan wilayah kerja ini pada tiga tahun pertama sebesar USD82,3 juta, bonus tandatangan USD5 juta, serta total investasi semasa perpanjangan kontrak USD8,5 miliar.
"Ini (ONWJ) pertama kali menggunakan skema gross split," kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dala konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (18/1/2017).Jonan menjelaskan, sebenarnya pemilihan skema kontrak bagi hasil diserahkan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), apakah akan menggunakan skema PSC gross split atau PSC cost recovery. Namun, untuk wilayah kerja ONWJ ini dipilih lah skema PSC gross split.Adapun persentase bagi hasil awal (base split), disebutkan Jonan, untuk minyak, porsi pemerintah sebesar 57 persen dan untuk kontraktor 43 persen. Sedangkan, untuk gas, bagian pemerintah 52 persen dan kontraktor 48 persen.
Jonan menambahkan, pemerintah juga telah memberikan tambahan split lagi kepada PHE yang dinamakan variabel split. Variabel split diberikan pemerintah dengan melihat beberapa indikator pada lapangan tersebut berupa kesulitan lapangan, kondisi lapangan, dan besaran penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Sehingga, pada akhirnya besaran variabel split dan base split menjadi 37,5:62,5 untuk gas dan 42,5:57,5 untuk minyak."Bagi hasil base dan variable untuk pemerintah dan kontraktor yaitu untuk gas 37,5 banding 62,5. Untuk minyak 42,5 pemerintah 57,5 untuk kontraktor," beber Jonan.
Bestprofit