Adapun, pengungkapan kasus suap itu bermula dari penyidikan yang dilakukan Serious Fraud Office (SFO) sebuah lembaga anti rasuah asal Inggris. Penyidik lembaga itu menemukan adanya aliran dana dari Rolls Royce ke petinggi Garuda Indonesia. Informasi itu ditindaklanjuti oleh KPK, hasilnya mereka kemudian menetapkan Emirsyah Satar selaku penerima dan Soetikno Soedarjo (perantara suap) sebagai tersangka.Komisioner KPK LA Ode M. Syarief menyatakan, rentetan kasus yang menjerat sejumlah BUMN tersebut menunjukkan adanya kelemahan di sektor usaha milik pemerintah. Kasus di Garuda Indonesia misalnya, selama ini menurutnya perusahaan penerbangan tersebut merupakan BUMN yang cukup bersih dibanding lainnya.
“Tetapi nyatanya ini terjadi juga, ini menujukkan bahwa ada hal yang perlu diperbaiki,”ujarnya.
Dia menyebutkan, sebagai sektor usaha negara, seharusnya BUMN bebas dari praktik korupsi dan suap. Terlebih, aset BUMN saat ini mencapai ribuan triliun. Sehingga tanpa pengelolaan yang transparan dan akuntabel, hal itu bisa disusupi oleh oknum-oknum yang berniat jahat.Menurutnya, KPK selama tahun 2016 kemarin, telah menyeret dua BUMN dalam pusaran kasus korupsi. Dua perusahaan itu yakni PT Berdikari dan PT Brantas Abipraya.
Untuk mencegah, supaya kasus serupa tak terulang, mereka akan melakukan pembicaraan dengan Kementerian BUMN. Salah satu poin yang bakal dibicarakan yakni perbaikan tata kelola melalui aplikasi yang mereka rancang."Harus ada pengawasan internal, sistem pengadaannya harus terbuka," ujarnya.Lembaga antikorupsi tersebut secara terbuka mengatakan curiga yang lebih banyak terhadap praktik yang kecurangan yang terjadi di lingkungan BUMN, hanya saja memang belum terungkap dengan baik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelisik kepemilikan aset milik eks Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Emirsyah Satar yang berada di luar negeri.Komisioner KPK La Ode M. Syarief mengatakan,proses penelusuran tersebut dilakukan, sebagai langkah untuk membongkar kasus suap terkait pembelian mesin pesawat dari perusahaan asal Inggris yakni Rolls Royce ke perusahaan penerbangan pelat merah tersebut.“Memang itu merupakan hal yang sedang didalami oleh penyidik KPK,”ungkap Syarief di Jakarta, Selasa (24/1).
Aset yang dimaksud berupa bangunan yang berada di Melbourne, Australia dan Singapura. Dua aset seluas 141 m2 dan 108 m2 itu tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) milik Emirsyah yang dilaporkan pada 2013 lalu.Kendati menyatakan sedang menelisik aset tersangka penerima suap tersebut, namun penyidik lembaga antikorupsi masih fokus ke pengungkapan suapnya. Mereka belum melebarkan penyidikan ke dugaan tindak pidana pencucian uangnya (TPPU).“Untuk sementara kami akan fokus ke suapnya terlebih dahulu, kami fokus ke proses suapnya terlebih dahulu,”jelasnya.
Namun demikian, Syarief menambahkan, jika dalam proses penyidikan ditemukan bukti atau informasi yang mengarahkan ke tindak pindana pencucian uang, bukan tidak mungkin penyidik akan melakukan penyidikan ke arah itu.“Ya dilihatlah, kalau ada informasi ke arah sana, bukan tidak mungkin akan didalami,”imbuhnya lagi.Pihak Emirsyah belum menjawab saat dikonfirmasi soal langkah terbaru KPK itu, namun dia dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu menyatakan, tidak pernah melakukan tindakan koruptif ataupun menerima pemberian barang yang terkait dengan posisinya sebagai petinggi di perusahaan pelat merah itu.
KPK Siap Usut Suap Rolls Royce ke Pejabat PLN | PT Bestprofit Futures
Laode pun menegaskan, lembaganya tersebut tidak akan tinggal diam dalam menelusuri kasus dugaan suap ke para pejabat PLN itu. Dalam hal ini, lanjut Laode, lembaganya telah melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga antirasuah di negara tetangga."Yang lain memang banyak kecurigaan. Dokumennya kan ada yang di China, di Thailand dan yang lainnya," tukas Laode.Diketahui, berdasarkan hasil penyelidikan SFO, untuk memenangkan proyek di PLN pada tahun 2007, seorang pegawai Rolls Royce terlibat dengan seorang perantara dalam pembayaran komisi untuk memenangkan tender melalui persaingan tidak sehat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mengusut informasi dugaan suap perusahan mesin raksasa dunia PT Rolls Royce ke oknum pejabat di Perusahaan Listrik Negara (PLN).Hal tersebut akan dilakukan lembaga antirasuah menyusul adanya hasil penyelidikan lembaga antirasuah di Inggris, Serious Fraud Office (SFO) terkait Suap Rolls Royce ke pejabat PLN pada 2007.Namun demikian, Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengatakan, pihaknya enggan terburu-buru dalam mengusut kasus dugaan suap tersebut.
Pasalnya, saat ini penyidik masih fokus dalam menuntaskan kasus suap mesin pesawat airbus A330-300 milik PT Garuda Indonesia dari PT Rolls Royce."Itu kan kami share bersama (antara KPK, SFO, dan CPIB), tapi untuk sementara kami lagi fokus yang Garuda. Karena itu ada target waktunya kan 2004 - 2015, hanya dulu itu informasi yang kami dapatkan dari SFO," ujar Laode di Jakarta.
PLN Sebut Sudah Putus Kontrak dengan Rolls Royce | PT Bestprofit Futures Pusat
Dia juga menjanjikan akan bertemu orang yang bertanggung jawab di PLN saat itu, agar tender dapat menguntungkan Rolls-Royce. Perjanjian antara PLN dan Rolls-Royce diperkirakan terjadi pada Agustus 2007. Sementara pada November, Perantara 7, meminta pembayarannya dari Rolls-Royce terkait dengan komitmen tersebut.Dokumen SFO menyatakan, Perantara 7 meminta dibayar sebagian di Indonesia dan sebagian lagi dengan akun bank Singapura memakai nama pribadi. Akhirnya pembayaran dilakukan melalui dua mata uang berbeda dan dua bank terpisah. Uang itu juga disebutkan tetap dibagikan untuk 'jatah' PLN.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga rencananya akan menelusuri informasi dari lembaga SFO ihwal dugaan suap Rolls Royce kepada PLN. "Tentu kalau ada info yang relevan dari SFO, tidak menutup kemungkinan bagi kami untuk mempelajarinya. Kami cek dulu benar atau tidak," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, kemarin.
Meski lelang dimenangkan Siemens, namun pemeliharaannya tetap dibawa ke pusat pemeliharaan milik Rolls Royce mengingat peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan asal Inggris. Berbeda dengan Rolls Royce, skema kontrak dengan Siemens tak bersifat LTSA, namun hanya dalam kontrak jangka pendek.PLN memiliki sumber daya manusia sendiri yang bisa melakukan pemeliharaan secara mandiri. Kontrak dengan Siemens juga bersifat alih teknologi dan pengetahuan (transfer knowledge).
"Namun, kami masih memeriksa perbedaan nilai kontrak antara Siemens dengan Rolls Royce, mana yang lebih efisien. Tapi tentu secara alami, kontrak LTSA tentu lebih mahal," katanya.
Dugaan suap itu bermula dari penjualan dua paket generator untuk PLN yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tanjung Batu, Samarinda, Kalimantan Timur pada 1990-an. Pada 2000, Rolls-Royce memperoleh kontrak pemeliharaan proyek itu selama 7 tahun. Saat kontrak hampir berakhir, PLN membuka tender pada 2006 terkait proyek pemeliharaan pembangkit listrik tersebut.Dokumen SFO menyebutkan, seorang direktur perusahaan yang disebut sebagai Perantara 7 memberitahukan Rolls-Royce, mereka harus melakukan tender terbuka karena situasi baru PLN terkait dengan ‘pengawasan terhadap korupsi’ di perusahaan itu.
PT Bestprofit