Liky melanjutkan dari potensi USD 50 miliar itu, sekitar 10 persen bakal menyerbu Indonesia. Karena itu, isu radikalisme tersebut membuat investor Tiongkok wait and see. Pemodal negeri tirai bambu tersebut menunggu perkembangan situasi membaik. ”Ini sangat disayangkan. Arus modal yang semestinya mendongkrak roda ekonomi justru tertahan,” ucapnya.Hal senada diungkap Koordinator Staf Ahli Wapres Sofjan Wanandi. Mantan bos Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu menerangkan sejumlah pengusaha domestik juga dalam posisi menunggu. Investor domestik tidak berani mengambil risiko di tengah keamanan dan isu radikalisme merebak. ”Ya, efeknya banyak duit bersarang di perbankan belum bisa memberi kontribusi terhadap sektor riil,” tegas Sofjan.
Para pengusaha lanjut Sofjan awalnya optimistis terhadap perekonomian nasional menyusul sukses besar proyek amnesti pajak (tax amnesty). Tetapi, pelaku pasar asing tiba-tiba wait and see terutama Tiongkok mengingat isu radikalisme mencuat di penghujung tahun lalu. ”Pemerintah juga harus tegas menyapu berita tidak jelas (hoax),” ungkapnya.Hukum sambung Sofjan harus menjadi landasan dalam menghadapi isu hoax. Itu karena situasi sudah sangat mengkhawatirkan. Hoax ancaman serius dan potensial memecah belah bangsa. ”Mau tidak mau, penegakan hukum nomor satu. Bangsa ini terlalu luas dan terlalu kaya untuk dirusak gara-gara hoax,” tukasnya.
Isu radikalisme mendapat perhatian serius pelaku pasar. Itu karena isu tersebut potensial mengancam keamanan nasional. Sebab, kalau radikalisme mendapat tempat terhormat, bukan sekadar memantik instabilitas, tetapi juga mengganggu dunia investasi.Tentu, investor bakal berhitung ribuan kali untuk mengembangbiakkan modal di dalam negeri. Pelaku pasar menjadikan isu radikalisme sebagai salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. Kondisi itu amat disayangkan mengingat ekonomi domestik sangat potensial di tengah ketidakpastian global.
Chairman Indonesia Chamber of Commerce in China (Inacham) Liky Sutikno menyebut isu radikalisme menjadi sentimen negatif dunia investasi. Salah satu raksasa ekonomi dunia, Tiongkok mempunyai dana investasi besar. Baik dari pemerintah, badan usaha milik negara, sektor swasta, dan institusi keuangan. Indonesia menjadi negara top listed bagi investor China. Disusul Malaysia dan Vietnam untuk skala ASEAN.Pemerintah China setidaknya dana investasi sejumlah USD 50 miliar. Itu belum termasuk dana private sector dan financial institution. Tetapi, dana itu belum bisa direalisasikan mengingat keadaan Indonesia masih rawan akan radikalisme dalam jangka pendek. ”Investasi dalam negeri untuk jangka panjang mempunyai outlook positif,” tutur Liky pada ajang Diskusi Panel SARA, Radikalisme, dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017, di Jakarta, Senin (23/1).
60% Lulusan SD dan SMP, Angkatan Kerja di RI Rentan Isu SARA | PT Bestprofit Futures Banjarmasin
"Makanya pemerintah meng-handle isu ini salah satunya memberikan akses mutu pelatihan kerja, karena mereka belum punya keterampilan, untuk masuk ke level yang lebih tinggi," tambahnya.
Pemerintah akan memberikan akses pelatihan bagi para masyarakat Indonesia, salah satunya keterampilan yang lebih diutamakan. Menurut Hanif, kebutuhan tenaga kerja di Indonesia masih belum sejalan dengan pendidikan formal yang selama ini diemban.
"Selama ini terlalu banyak pendidikan formal. Misal pendidikan tinggi, di China, penduduk 1,4 miliar, perguruan tinggi 2.000-an, kita 250 juta, perguruan tinggi 4.000-an. dua kali lipat. Orientasi di formal yang dari segi kurikulum, belum karena demand. Jadi mix matchn-ya itu, dengan kualitas seperti apa," jelasnya.
Mayoritas pekerja di Indonesia masih didominasi lulusan SD dan SMP. Menurut Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, dari 125 juta angkatan kerja, 60% hanya lulusan SD dan SMP.
Hanif mengatakan, kondisi ini sangat rentan terpengaruh isu SARA dan radikalisme. Pasalnya, lulusan SD dan SMP tidak memiliki keterampilan lebih, dengan begitu tingkat kesejahteraannya cukup rendah.
"Kita ini, total angkatan 125 juta, 60% lulusan SD, SMP, itu dia untuk masuk ke lapangan kerja susah karena tidak punya keterampilan," kata Hanif saat acara Sara, Radikalisme dan Prospek Ekonomi 2017, Jakarta, Senin (23/1/2017).Dari 60% pekerja yang lulusan SD dan SMP, kata Hanif, terdapat 7 juta pengangguran yang mana 4 jutanya berusia 15-24 tahun. Sektor ini menjadi rentan dari segi perekonomian yang akan disusupi berbagai macam isu, seperti sara dan radikalisme.
Isu SARA dan Radikalisme Berpengaruh Buruk pada Investasi | PT Bestprofit Futures Banjarmasin
Bahkan, lanjut Sofjan, tidak sedikit investor asal China yang mengurungkan niatnya berinvestasi di Indonesia.Mereka memilih untuk menunggu sampai situasi politik benar-benar dianggap kondusif.
"Investor China memang sebagian mundur. Wait and see. Kalau ini bergulir ditambah hoax akan semakin parah," tuturnya.Selain berdampak pada sektor ekonomi, isu radikalisme juga memengaruhi sektor pariwisata.Target pemerintah mendatangkan 10 juta wisatawan asal China pun terhambat. "Masalah politik bergulir dan bisa berdampak pada ekonomi. Begitu banyak isu SARA. Bahkan turis dari China pun enggan untuk datang ke Indonesia," kata Sofjan.
Senada, staf ahli Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Bobby Harafinus mengatakan, maraknya isu SARA belakangan ini memberi dampak pada sektor perekonomian meski tidak perlu dikhawatirkan."Isu SARA dan radikalisme berdampak terhadap pasar keuangan. Perubahan yang menyolok itu di pasar modal. Memang belum berpengaruh secara umum terhadap perekonomian Indonesia," ujar Bobby.
Staf Ahli Wakil Presiden RI Sofjan Wanandi mengatakan, potensi hadirnya gerakan radikal dan berkembangnya isu SARA yang marak belakangan ini berdampak terhadap pertumbuhan investasi.
Menurut Sofjan, dinamika politik yang berujung pada maraknya isu SARA berefek pada kekhawatiran investor asal China yang berniat menanamkan modal. Akibatnya dana investasi hanya disimpan di bank dan belum diarahkan ke sektor riil.
"Ada kekhawatiran investor asal China sehingga uang masih disimpan di perbankan belum investasi ke sektor riil. Jadi belum bisa mengatasi ketimpangan," ujar Sofjan dalam diskusi bertajuk 'SARA, Radikalisme dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017' di Graha CIMB Niaga, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (23/1/2017).
Best profit