Airlangga menganggap peraturan pengenaan cukai berlawanan dengan kebijakan | PT Bestprofit Futures Banjarmasin
Kementerian Perindustrian mencatat ada empat subsektor industri yang berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan industri nonmigas pada triwulan III-2016. Keempatnya adalah industri makanan dan minuman sebesar 33,61 persen; industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,68 persen; industri alat angkutan sebesar 10,35 persen; serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 10,05 persen.
Kemasan plastik berperan penting dalam rantai pasok bagi sektor industri strategis tersebut. Berdasarkan Rencana IndukPembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kementerian Perindustrian menetapkan industri plastik hilir sebagai sektor prioritas pengembangan pada tahun 2015-2019.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih meminta pengenaan cukai plastik tahun ini ditunda. Pengenaan cukai dianggap akan menjadi beban berat bagi pengembangan daya saing IKM nasional.
“Kalau bisa ditunda, biar IKM-nya siap dulu. Anggaplah penundaan pengenaan cukai plastik ini sebagai insentif bagi IKM. Jangan terus digrogoti,” ujarnya. Airlangga menganggap peraturan pengenaan cukai berlawanan dengan kebijakan-kebijakan yangtelah dibuat untuk mengoptimalkan kinerja industri dalam negeri. Indutri yang paling terpukul dengan dampak cukai ini adalah industri makanan dan minuman yang sangat membutuhkan plastik sebagai wadah kemasan.
Padahal selama ini sektor pangan menjadi motor pertumbuhan industri nonmigas. Pada triwulan III-2016, kinerja industri makanan dan minuman tumbuh 9,8 persen. Angka ini hampir dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya cukai plastik, pertumbuhan sektor nonmigas tahun ini bisa.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan penerapan cukai plastik bisa melemahkan daya saing dan menurunkan pertumbuhan industri, terutama sektor manufaktur di dalam negeri nasional. Karena plastik sangat berperan besar dalam rantai pasok industri tersebut.
Menurutnya pertumbuhan sektor manufaktur perlu dipacu untuk mendongkrak perekonomian. Apalagi sektor ini punya kontribusi besar dalam penerimaan devisa dari ekspor, penyerapan tenaga yang besar, dan mendorong pemerataan bagi kesejahteraan masyarakat. “Kalau cukai naik, industri bisa tergerus. Ini tentu mengkhawatirkan. Rumus ekonominya, jika ada pembebanan yang membuat harga lebih tinggi, permintaan akan turun,” kata Airlangga dalam keterangannya, Senin (6/2).
Masyarakat Menengah Dorong Pertumbuhan Industri Mamin | PT Bestprofit Futures Banjarmasin
Airlangga menuturkan, pertumbuhan industri mamin diantaranya ditunjang oleh meningkatnya pendapatan masyarakat dan tumbuhnya populasi kelas menengah. "Populasi ini disertai dengan kecenderungan pola konsumsi masyarakat yang mengarah untuk mengkonsumsi produk-produk pangan olahan ready to eat," kata Airlangga dalam diskusi di Kementerian Perindustria, Selasa (7/2)
Menurutnya, industri mamin juga memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor industri terutama berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) industri non-migas. Peranan subsektor industri ini menjadi yang terbesar dibandingkan subsektor lainnya yaitu 33,6 persen pada kuartal III 2016.
Pada tahun lalu, sumbangan nilai ekspor produk mamin mencapai 19 miliar dolar AS, mengalami neraca perdagangan yang positif bila dibandingkan dengan impor produk makanan dan minuman pada periode sama sebesar 9,64 miliar dolar AS."Di samping itu dapat dilihat dari perkembangan realisasi investasi sektor industri makanan hingga kuartal III 2016 sebesar Rp 24 triliun untuk Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 1,6 miliar dolar AS," ujarnya.
Industri makanan dan minuman (mamin) menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar di luar sektor minyak dan gas (migas). Pertumbuhan industri pun diprediksi masih akan berlanjut dengan kondisi perekonomian dalam negeri yang mulai membaik.Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, industri ini menjadi sektor yang strategis dan mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Hal ini ditujukan denga laju pertumbuhan industri mamin pada kuartal III 2016 yang sebesar 9,82 persen. Bahkan, pertumbuhan industri mamin ini lebih tinggi dari total pertumbuhan industri pada periode yang sama yaitu sebesar 4,71 persen.
Ini Tantangan Industri Makanan dan Minuman | PT Bestprofit Futures Banjarmasin
Menperin Airlangga Hartarto mengatakan, industri makanan dan minuman mengalami pertumbuhan cukup pesat hingga kuartal III 2016, dengan pertumbuhan sebesar 9,82 persen.Angka tersebut melampaui pertumbuhan industri nasional sebesar 4,71 persen pada periode yang sama."Pertumbuhan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan masyarakat, tumbuhnya populasi kelas menengah yang disertai kecenderungan pola konsumsi masyarakat yang mengarah untuk mengonsumsi produk-produk pangan olahan," ujar Airlangga.Dari data Kemenperin, industri makanan dan minuman juga menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 33,6 persen pada kuartal III 2016.Sedangkan untuk nilai ekspor produk makanan dan minuman sepanjang 2016 mencapai 19 miliar dollar AS.
"Dapat dilihat dari perkembangan realisasi investasi sektor industri makanan sampai dengan kuartal III 2016 sebesar Rp 24 triliun untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 1,6 miliar dollar AS," ungkapnya.
Memasuki tahun 2017 atau tahun Ayam Api dalam kalender Tionghoa, tantangan industri makanan dan minuman akan semakin beragam.Oleh sebab itu, pemerintah sedianya harus selalu mendukung industri ini agar tetap bertumbuh karena hingga kuartal III 2016 lalu industri ini tumbuh dengan pesat.Hal itu diungkapkan oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam acara breakfast meeting industri makanan dan minuman di Kemenperin, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Apa saja tantangan bagi industri makanan dan minuman ke depan?Pertama, sertifikasi halal. "Ini merupakan tantangan, tapi jangan sampai industri ini mengalami hambatan," papar Airlangga.
Kedua, selain sertifikasi halal, industri makanan dan minum juga menghadapi tantangan terkait kemasan produk yang ramah lingkungan."Salah satu juga yang menjadi konsen adalah mengenai packaging (kemasan) itu sendiri. Jadi ada kemasan yang ramah lingkungan dan yang tidak ramah lingkungan, tetapi bisa didaur ulang," lanjut dia.Jika melihat kemasan produk industri makan dan minuman di Indonesia saat ini terbagi-bagi dalam bahan kemasan yang berbeda-beda, yakni mulai dari plastik, kertas, dan kaleng.
Menurut dia, kalau pengelolaan sampah baik, maka hal itu akan memudahkan industri. Sayangnya, masyarakat Indonesia belum terbiasa melakukan pemisahan sampah dari tingkat konsumen. Sehingga, sampah plastik, alumunium, sampah kertas jadi satu."Padahal, kalau pemisahan sampah ini dilakukan, pasti pelaku industri dapat menyerap (daur ulang sampah)," ujar Airlangga.
Best profit