"Secara rata-rata, pertumbuhan penjualan listrik itu mengikuti pertumbuhan ekonomi. Kira-kira 1,3 kali lipatnya. Kendati demikian, penurunan hanya akan ada di Jawa dan Bali. Di luar itu, permintaan meningkat 0,1 hingga 0,2 persen. Jadi pemerataan lebih kita tingkatkan," katanya.Karena proyeksi permintaan berubah, maka PLN juga perlu mengganti realisasi pembangkit yang sekiranya beroperasi (Commercial Operation Date/COD) selama 10 tahun ke depan. Di dalam RUPTL terbaru, PLN akan mengganti kapasitas pembangkit COD dari 80,5 Gigawatt (GW) menjadi 75,9 GW.
Kendati demikian, ia memastikan jika bauran energi tak berubah. Namun untuk mendukung penggunaan energi primer, RUPTL terbaru akan memasukkan optimalisasi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) kepala sumur."Dengan mendekatkan pembangkit di dekat sumber energinya, kami harapkan Biaya Pokok Produksi (BPP) juga bisa ditekan. Apalagi untuk mulut tambang sudah ada peraturan terbarunya terkait harga pembelian batubaranya, sehingga kami harap ini bisa membantu optimalisasi energi primer," ujar Nicke.
PT PLN (Persero) akan segera menggodok revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026 pada pekan ini. Terdapat beberapa perubahan yang diusulkan oleh PLN di dalam merumuskan peta jalan listrik nasional jangka menengah ini.Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan, perubahan RUPTL yang utama adalah asumsi pertumbuhan ekonomi. Di dalam RUPTL 2016-2025, PLN memasang asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen hingga 8 persen.
Namun karena realisasi pertumbuhan ekonomi dua tahun terakhir melenceng dari target RUPTL, PLN merasa asumsi ini perlu disesuaikan.Sebagai informasi, asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 di dalam RUPTL sebelumnya tercatat 7,1 persen. Rencananya, PLN akan mengganti angka itu dengan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen.
"Kami akan menyesuaikan asumsi itu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)," ujar Nicke ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (24/1).Lebih lanjut ia mengatakan, perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi ini juga akan mengubah asumsi penjualan listrik perseroan. Menurutnya, PLN akan menggunakan asumsi pertumbuhan penjualan sebesar 8,3 persen dari sebelumnya 8,6 persen.
PLN Tambah Pembangkit 75.900 MW Hingga 2026 | PT Bestprofit Futures Jambi
"Penurunan konsumsi hanya terjadi di Jawa dan Bali, untuk di luar Jawa dan Bali, terjadi peningkatan 0,1 sampai 0,2 persen," kata Nicke.PLN juga akan memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Mulut Tambang dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) Wellhead dalam rangka meningkatkan keekonomian energi primer setempat dan efisiensi penyaluran tenaga listrik.
Dalam revisi RUPTL, program penyediaan listrik 35 ribu MW tetap dijalankan namun realisasinya disesuaikan dengan pertumbuhan kebutuhan di masing-masing sistem.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN akan menambah pembangkit listrik dengan total 75.900 megawatt (MW) hingga 10 tahun mendatang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026."Total pembangkit yang akan dibangun adalah 75,9 gigawatt (GW) yang tersebar di seluruh Indonesia sesuai target dan rasio elektrifikasi yang tercantum dalam RUPTL," kata Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati pada rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR pada Selasa (25/1) malam.
Nicke mengatakan transmisi yang ditambah sebanyak 67.785 kms dan gardu induk 165.554 MVA. Dengan penambahan kapasitas tersebut, kondisi kelistrikan di akhir 2019 ditargetkan dalam kondisi normal. Saat ini, kondisi kelistrikan 17 sistem pada akhir 2016, yakni 7 sistem normal dan 10 sistem siaga. Ada pun penambahan kapasitas listrik ini mengikuti asumsi konsumsi listrik yang tumbuh sebesar 8,3 persen pada 2026. Asumsi tersebut menurun dari 8,6 dalam RUPTL 2016-2025 menjadi 8,3 persen pada RUPTL 2017-2026.
PLN Percepat Rasio Elektrifikasi 100% di 2024 | PT Bestprofit Futures Jambi
Menurut dia, peningkatan rasio elektrifikasi diprioritaskan pada kelompok rumah tangga, sedangkan untuk sektor industri dan bisnis, kawasan ekonomi khusus (KEK) tetap dimasukkan dalam perencanaan elektrifikasi. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, PLN juga mengubah asumsi konsumsi listrik dari 8,6% menjadi 8,3% selama 10 tahun ke depan. Namun, penurunan konsumsi listrik tersebut hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan di luar pulau tersebut terjadi peningkatan konsumsi 0,1 sampai 0,2%.
RUPTL juga tetap menjalankan program penyediaan listrik 35.000 MW namun realisasinya disesuaikan dengan pertumbuhan kebutuhan di masing-masing sistem. Rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII pada Selasa malam dihadiri oleh Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan jajarannya. Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman yang seharusnya mendampingi PLN, berhalangan hadir.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyatakan rasio elektrifikasi atau tingkat penduduk menikmati listrik 100% terjadi pada 2024, yakni lebih cepat dari yang direncanakan dalam RUPTL 2016-2015. "Rasio elektrifikasi 100 persen di dalam RUPTL yang baru akan terjadi lebih cepat. Sebelumnya adalah tahun 2027, ini kami dorong sehingga 2024 akan tercapai," kata Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati pada rapat dengar pendapat di Komisi VII Selasa (25/1) malam.
Nicke mengatakan untuk melakukan percepatan rasio elektrifikasi di daerah yang terisolasi dan krisis listrik, khususnya luar Pulau Jawa, PLN akan menggunakan "mobile power plant", pembangkit hybrid dengan energi terbarukan baik "on grid" maupun "off grid" dengan mengutamakan energi primer lokal. Selain itu, perseroan juga menyediakan "marine mobile power plant" sebagai cadangan atau "reserve margin" yang bergerak untuk Indonesia timur.