Haniv menegaskan bukti BUT lainnya adalah instalasi Base Transceiver Station (BTS) yang dimanfaatkan untuk aplikasi Goolge Adsense. "Ada mesin di sana-sini, tapi server inilah yang ada iklannya," kata Haniv.Hari Kamis kemarin, perwakilan Google Indonesia memenuhi panggilan Ken untuk memverifikasi data transaksi bisnis yang mereka jalankan. Tiga perwakilan Google bungkam. Sementara Juru Bicara Google Indonesia, Jason Tedjasukmana tak berkomentar terkait pemeriksaan. "Saya di Korea pekan ini," kata dia.
Ditjen Pajak meminta pertanggungjawaban pajak Google selama lima tahun terakhir. Dari perbandingan data itulah, Ditjen Pajak dapat menetapkan tagihan pajak yang harus disetorkan Google. Setelah hasil pemeriksaan keluar, Google punya waktu sepekan untuk menyanggah.Sebelumnya, Google tak mau membayar pajak karena merasa total tagihan hanya mencapai Rp 337,5-405 miliar. Ditjen Pajak menghitung, penghasilan Google pada 2015 mencapai Rp 6 triliun dengan penalti Rp 3 triliun.
Direktorat Jenderal Pajak semakin gencar mengumpulkan bukti penetapan Google sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, mengatakan pemerintah mengejar pendaftar akun domain Google.co.id yaitu Google Inc, perusahaan yang berpusat di Mountain View, Amerika Serikat. Google Inc -- kini menjadi Alphabet Inc-- tercatat sebagai organisasi pendaftar dalam Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI)."Di PANDI registrant organization-nya adalah Google Inc. Paling Google Inc kita BUT-kan juga. Sekarang kami sudah mulai ada gambaran," kata Haniv kepada Tempo di kantornya, Kamis, 19 Januari 2017.
Menurut Haniv, setiap pembuat situs dengan domain Indonesia (.id) wajib mendaftarkan ke badan hukum PANDI. Dokumen PANDI menunjukkan situs Google.co.id terdaftar sejak 18 Desember 2014 dengan organisasi admin PT Google Indonesia, sedangkan pendaftar dan organisasi teknologi atas nama Google Inc.Google mencantumkan kantor operasi admin di Menara BCA Grand Indonesia. Sementara, alamat tagihannya berpusat di Amerika Serikat.Haniv mengatakan Google Inc seharusnya dapat menetapkan Google Indonesia sebagai BUT yang berkewajiban menyetorkan pajak atas transaksi bisnisnya di Indonesia dengan bukti itu. Alih-alih demikian, Google Inc justru menerapkan perencanaan pajak agresif untuk menghindari pajak tinggi di berbagai negara termasuk Indonesia.
"Pajaknya tak sebading. Kalau agresif begini namanya ilegal," kata dia.Kepada Ditjen Pajak, Google mengaku bukan wajib pajak Indonesia lantaran tidak berbentuk usaha tetap (BUT). Sementara Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi menyebut, Google memenuhi kriteria BUT sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yaitu, perusahaan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, tetapi menjalankan usaha di Indonesia.BUT dapat berupa kantor perwakilan, cabang perusahaan, pabrik, dan bengkel. "Itu sudah jelas, saya akan lakukan sesuai Undang-Undang," kata Ken.
Ini Alasan Google Kabur Bayar Pajak di Semua Negara | PT Bestprofit Futures
"Seluruh dunia menggugat Google. Ada satu tahapan di mana sekarang Google harus pahami bahwa seluruh dunia mulai sadar bahwa Google peroleh penghasilan dari beberapa negara namun setelah dicek pajaknya tak sebanding," ungkap Haniv.Haniv menambahkan Google bisa masuk ke dalam kategori bisnis ilegal.
Predikat tersebut bisa dikenakan jika Google tidak mau bayar pajak."Ini namanya agressive tax planning. Di beberapa aturan di dunia agressive tax planning ini sudah dikatakan illegal. Boleh tax planning tapi kalau agresif ilegal dong," ungkap Haniv.
Perusahaan multinasional Google Asia Pacific Pte. Ltd sampai saat ini mengaku tidak menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.Kantor pusatnya Google di Asia berada di Singapura.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv memaparkan google memberi alasan BUT kepada semua negara.
Hal itu kata Haniv yang membuat Google bisa kabur dari tagihan pajak di berbagai negara.
"Alasannya sama, bukan BUT," ujar Haniv di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (19/1/2017).Saat ini Google digugat oleh banyak negara.Haniv berharap Google sudah bisa menyadari situasinya tidak aman dalam melakukan bisnis.
Bola pajak Google di tangan pemerintah | PT Bestprofit Futures
Hanya, perwakilan Google tersebut enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai data yang diserahkan, termasuk tak memberikan sangkalan atas tuduhan Ditjen Pajak. Ia hanya bilang, keterangan lebih detail akan disampaikan Humas Google Indonesia.Namun, ketika dikonfirmasi, Jason Tedjasukmana, Head of Corporate Communications Google Indonesia enggan memberikan penjelasan, dengan alasan sedang ada di luar negeri.Menurut Darussalam, Managing Partner DDTC, kasus pajak Google sulit untuk diselesaikan melalui jalur penindakan. Sebab, payung hukum yang ada saat ini belum mumpuni untuk menjerat Google.
Darussalam menilai, penyelesaian masalah lebih baik melalui negosiasi. Namun, langkah ini memang sudah lewat, sehingga yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperbaiki aturan perpajakan agar perusahaan semacam Google tidak bisa menghindari pajak lagi.Salah satunya dengan membuat aturan, seperti di Inggris, yaitu menerapkan Pajak Penghasilan (PPh) final bagi transaksi yang dilakukan perusahaan seperti Google dengan user di Indonesia.Cara lain adalah dengan mewajibkan perusahaan memiliki perusahaan perwakilan di Indonesia dengan fungsi-fungsi yang ditetapkan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Hanya status ini belum menjamin perolehan pajak penghasilan maksimal. Pilihan kini di tangan pemerintah.
Otoritas pajak resmi menerima laporan keuangan Google Asia Pasific Pte Ltd. Dokumen tersebut diterima langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Ken Dwidjugioasetiadi Kamis (19/1) lalu.Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ani Nathalia mengatakan, ada tiga orang perwakilan Google yang datang menemui Ken. Mereka menyerahkan dokumen. "Tapi, saya tak tahu pasti dokumen apa," katanya, Kamis (19/1) kepada KONTAN.Berdasarkan pantauan KONTAN di Gedung Mar'ie Muhammad kantor pusat Ditjen Pajak, beberapa orang perwakilan Google datang membawa dokumen. Salah satu dokumen yang dibawanya bertuliskan: pay per click user Indonesia dan user Amerika Serikat.
Tak menyebut nama, seorang perwakilan dari Google mengaku telah bertemu dengan otoritas pajak. “Yang diomongkan banyak hal. Bagus kok, pembicaraan berjalan dengan bagus,” katanya.
Menurut dia, data yang ia serahkan sebagai bentuk konfirmasi perusahaan atas dugaan Ditjen Pajak, terkait tuduhan penghindaran pajak. Saat ini, kasus Google memang sudah masuk ke tahap penyelidikan.Negosiasi antara kedua pihak berakhir buntu karena masing-masing tetap dengan argumennya. Janji pertemuan Google dan Ditjen Pajak juga maju-mundur. Bahkan, otoritas pajak sempat menyebut pertemuan batal.
Bestprofit