Kemudian untuk pajak korporasi, Trump akan memangkasnya dari sebelumnya 35 persen menjadi 15 persen guna mendorong menahan dana-dana perusahaan AS bertahan di negeri Paman Sam.
"Ini ada risiko yang cukup besar, kebijakan yang agresif ini merupakan sebuah resep penguatan dolar AS," tutur Juda.
Sementara sisi positif dari Trump, kata Juda, yaitu mampu mendongkrak harga komoditas seperti batubara yang telah naik 50 persen dari awal kuartal III 2016 hingga akhir tahun kemarin.
"Ini berita baiknya, ini peluang tapi apakah ini berlangsung lama atau tidak, atau ini naik hanya karena penurunan produksi batubara di China," papar Juda.
Bank Indonesia saat ini masih mencermati setiap kebijakan yang akan diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, terutama terkait fiskal atau perpajakan.Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung mengatakan, tantangan perekonomian dalam negeri masih dari global, dimana terjadi peningkatan ketidakpastian setelah terpilihnya Trump menjadi Presiden AS.
"Tantangan global terkait kebijakan ekonomi Trump, apakah kebijakan yang dikampanyekan akan dilakukannya atau tidak? Kami menunggu kebijakan fiskal dan perdagangan," tutur Juda di Jakarta, Selasa (31/1/2017).Terkait fiskal, Trump dalam kampanyenya akan memangkas pajak pribadi dari tujuh golongan dengan tarif antara 10 persen hingga 40 persen menjadi tiga golongan berkirsar 12 persen sampai 33 persen.
Ini Prediksi BI Soal Trump Effect Bagi Perekonomian RI | PT Bestprofit Futures Pekanbaru
"Kuartal III sampai akhir tahun lalu saja batubara naiknya hampir 30% jadi ini seebuah peluang, apakah harga ini sustainable? Ada yang mengatakan ini karena penurunan produksi batu bara dari China yang kemudian China impor dan harga naik, China dari sisi rebalancaing ekonomi, yang dia mau mengarah ke domestik ekonominya kelihatannya kembali kepada investasi ekspor sehingga membutuhkan natural resources yang diimpor dari luar negeri," imbuhnya.
Ia menyebut jika harga komoditas meningkat, maka akan memperbaiki sektor investasi. Sementara itu, konsumsi rumah tangga juga diperkirakan naik sehingga menjadi peluang Indonesia di tahun ini.
"Di sektor investasi, ada korelasi yang kuat di harga komoditas. Investasinya yang baik, walaupun volume ekspsor yang sama, sektor itu ada peluang, jadi dari segi ekspor baik, konsumsi baik, investasi baik," ujarnya.
Kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat yang baru, Donald Trump, ditunggu-tunggu pemerintah Indonesia. Beberapa peluang dan tantangan ekonomi yang ada pada tahun ini muncul dari kebijakan Donald Trump. Apa saja itu?Menurut Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung, jika kebijakan fiskal yang akan dikeluarkan Trump sesuai dengan janji kampanyenya seperti pemangkasan pajak, ditambah kenaikan suku bunga The Fed, maka itu akan menguatkan nilai tukar dolar."Kalau fiskalnya ekpansif kemudian direspon oleh The Fed maka ini resep untuk penguatan dollar," kata Juda Agung, dalam diskusi Economic Outlook, di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).
Jika dolar menguat, nantinya mata uang lain seperti rupiah diperkirakan melemah. Namun, ada kabar baiknya bagi Indonesia, yaitu harga-harga komoditas ekspor akan membaik."Good newsnya adalah bahwa harga-harga komoditas khususnya ekspor kita mengalami kenaikan yang luar biasa," ujar Juda.Ia mengatakan, harga komoditas seperti batubara dari kuartal III hingga akhir tahun lalu mengalami kenaikan 30%. Kenaikan itu terjadi karena China mengurangi produksi batu baranya, tetapi ia mempertanyakan apakah ini sebagai suatu hal yang suistainable atau tidak.
Dampak Kurang Eratnya Ekonomi AS-Tiongkok bagi Indonesia Minim | PT Bestprofit Futures Pekanbaru
"Tapi kalau lihat dampak lewat Tiongkok pun tidak sebesar negara lain. Karena ekspor kita ke Tiongkok yang diekspor ke Amerika Serikat itu tidak terlalu besar. Ekspor kita ke Tiongkok itu banyak digunakan di Tiongkok saja," jelas dia.Dirinya menambahkan, ekspor negara lain ke Tiongkok banyak yang diekspor kembali ke AS. Sementara bagi Indonesia, Juda menegaskan, hal itu sangat sedikit sehingga tak akan menganggu kinerja ekspor dari Indonesia."Jadi kita tidak masuk ke dalam supply chain Tiongkok. Misal produk Apple, kita tidak masuk keglobal value chain-nya Tiongkok. Sementara negara lain itu banyak produksi barang antara yang memproduksi barang ke Tiongkok," pungkasnya.
Bank Indonesia (BI) menilai kurang eratnya hubungan ekonomi yang akan timbul dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Tiongkok maka dampaknya tidak akan besar bagi ekonomi Indonesia. Pasalnya, ekonomi Indonesia disebut tidak memiliki hubungan langsung dari kebijakan yang diambil oleh kedua negara.
"Tadi saya sampaikan bahwa dampak langsung kebijakan Trump terhadap dagang Indonesia itu tidak besar tapi lewat Tiongkok (bisa saja berdampak)," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, di Pullman Hotel, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).Bahkan, Juda mengakui, jika dampak yang ditimbulkan dari pembatasan produk Tiongkok ke AS bagi Indonesia tak sebesar negara lain. Menurut dia, ekspor Indonesia ke Tiongkok lebih banyak dimanfaatkan bagi produksi yang dikonsumsi oleh Tiongkok sendiri.
PT Bestprofit